Sabda 1: Bintang Safir
*Mudrikan Nacong
Malam ini kota Makassar seakan menangis, sedih, entah apa sebabnya. Rintik-rintik hujan menari-nari menghentakkan kakinya diatas halte tempatku berteduh. Seumpama tarian Plamenggo, berirama sungguh indah nan sombong. Hujan tetapi tidak lebat, Aku mencoba menengadahkan kepala keatas langit, belum pernah kurasakan perasaan seperti ini, dari balik selaput tipis hitam lukisan langit yang biru lebam sedikit kemerah-merahan kulihat ia, Sang Rembulan, memancarkan pesona bercahaya keemasan, Ahhh…sungguh anggun mengingatkan ku pada seseorang di pulau seberang. Ibarat bidadari langit, ia sungguh sempurna. Dari balik cadar suteranya ia tersenyum padaku.
Tersadar… Kucoba memperhatikan isi tasku, Alhamdullilah tidak ada yang basah termasuk tulisan opiniku yang akan kukirim untuk sebuah kompetisi yang akan ditujukan ke orang nomor satu di negeri ini, Presiden Indonesia, kuberharap aku bisa memberikan kontribusi dari pandangan seorang mahasiswa akan kondisi negeri ini. Baru kutulis kemarin.