Translate

Jumat, 19 Maret 2010

Goresan Sabda Cinta

Goresan Sabda Cinta*

Sabda 1: Bintang Safir

*Mudrikan Nacong

Malam ini kota Makassar seakan menangis, sedih, entah apa sebabnya. Rintik-rintik hujan menari-nari menghentakkan kakinya diatas halte tempatku berteduh. Seumpama tarian Plamenggo, berirama sungguh indah nan sombong. Hujan tetapi tidak lebat, Aku mencoba menengadahkan kepala keatas langit, belum pernah kurasakan perasaan seperti ini, dari balik selaput tipis hitam lukisan langit yang biru lebam sedikit kemerah-merahan kulihat ia, Sang Rembulan, memancarkan pesona bercahaya keemasan, Ahhh…sungguh anggun mengingatkan ku pada seseorang di pulau seberang. Ibarat bidadari langit, ia sungguh sempurna. Dari balik cadar suteranya ia tersenyum padaku.

Tersadar… Kucoba memperhatikan isi tasku, Alhamdullilah tidak ada yang basah termasuk tulisan opiniku yang akan kukirim untuk sebuah kompetisi yang akan ditujukan ke orang nomor satu di negeri ini, Presiden Indonesia, kuberharap aku bisa memberikan kontribusi dari pandangan seorang mahasiswa akan kondisi negeri ini. Baru kutulis kemarin.



Aku berjalan menyusuri kampus, hari ini agendaku menghadiri pemilihan ketua himpunan tempatku terdaftar sebagai penuntut ilmu, Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi karena terlalu panjang aku lebih senang mengunakan kata Kosmik. Namaku Sabda lengkapnya Mahardika Sabda dan Aku tercatat sebagai mahasiswa Universitas Hasnuddin.

Sesaat kemudian dari dalam saku celanaku Handphone bututku berdering. Ku lihat kakakku Miranda memanggil.

Assalamualaikum, Sabda kamu bermalam hari ini dakampus atau tidak? Kalau urusanmu sudah selesai kamu langsung pulang saja.” Sarannya.

Kalimat ini hampir setiap hari menjadi menu sarapanku baik sebagai sarapan pagi, siang ataupun malam, aku maklum, ini adalah bentuk kasih sayangnya kepada aku adiknya, walaupun kadang aku merasa ini adalah bentuk pengekangan, aku berusaha bersikap positif selalu kucoba mencari bentuk akan apa yang dinamakan kasih saying tersebut.

Insya Allah, tetapi tengah malam aku baru bisa pulang, sekarang lagi musyawarah besarnya Kosmik, Aku wajib hadir Kakak.” Jawabku, meberi tahukan atau tepatnya melaporkan kegiatanku untuk hari ini.
Iyalah kalau begitu, pasalnya Mama sering bangun tengah malam cari-cari kamu, kalau sudah tidak ada yang penting, dan kalau sudah selesai, kamu langsung pulang ya!” himbaunya.

Di Makassar kami memang Cuma bertiga, hubungan kami sangat dekat, Ibu kembali ke Makassar karena stroke ringan sementara keluarga kami yang lain termasuk Ayah, Abang-abangku mencari nafkah di daerah lain, di pulau Sebatik suatu pulau dikawasan Ambalat, wilayah yang pernah menjadi perebutan antara Indonesia dan Malaysia di tahun 2005. Adikku juga ikut bersama Ayah.

Sejarah kelaurga kami adalah Perantau, sama seperti orang Bugis-Makassar lainnya adalah “haram” hukumunya jika seorang pemuda tidak keluar dari kampungnya untuk merantau.

Aku juga sebelum kuliah, selepas SMU ku putuskan merantau selama dua tahun. Meninggalkan seluruh keluargaku tercinta ke suatu daerah di Kalimantan, aku sangat menikmatinya, menjadi salesman dan surveyor motor Honda dan ditempatkan diberbagai kabupaten, mendapatkan ilmu serta pengalaman adalah hal berharga. Tetapi keinginan untuk mendapartkan ilmu di perguruan tinggi lebih penting bagiku dari pada karir cemerlang serta jabatan menjadi kepala dealer .

Aku berpikir aku masih terlalu muda, usiaku baru 18 tahun, belum saatnya memikirkan untuk menjadi kaya. Seperti yang disarankan motivator idolaku, Andry Wongso, bahwa kaya di usia muda akan lebih baik. Yang penting buat aku sudah mempunyai modal untuk kuliah selama empat tahun tanpa harus bergantung pada orangtua. Setelah berdiskusi dengan Bosku, yang sebenarnya tidak pernah mengijinkanku untuk berhenti kerja. Akhirnya aku menemukan jurusan kuliah yang tepat. Dan disinilah sekarang saya berada.

Aku langkahkan kaki sedikit lebih cepat, kemudian pandangan mataku terhenti pada sebuah pamplet pengumuman bunyinya seperti ini “Audisi 5 Bintang Film Ketika Cinta Bertasbih” ya, sebuah PH dari Jakarta akan melakukan audisi di kota ini, Ah! Paling Cuma formalitas dan ajang promosi film pikirku.
Sesaat kemudian dari kejauhan kudengar suara yang sudah tidak asing lagi memanggilku, ku tolehkan kepalaku kearah berlawanan jarum jam. Kulihat sosok bertubuh besar mendekatiku, ku kenali, Ia Bang Abdi ketua Kosmik yang baru saja demisioner.(To be Continue)**

***Untuk full versionnya silahkan kirimkan bukti transfer anda, wkwkwkwkw…..!!!

0 comments: